Keterlambatan Penyelesaian Tata Batas Kawasan Hutan by Grok. |
Oleh: Petrus Gunarso, Ph.D.
Keterlambatan dalam penyelesaian tata batas kawasan hutan dan pembentukan Kawasan Hutan Tetap (Permanent Forest Estate) adalah masalah krusial yang berdampak luas bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat. Selama ini, alasan yang sering dikemukakan adalah keterbatasan anggaran. Namun, benarkah itu satu-satunya penyebab?
Baca Palm Oil’s Unstoppable Rise: Why Reform, Not Retreat, is the Real Climate Solution
Diterbitkannya Perpres No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan (PKH) sejatinya merupakan langkah strategis. Namun, implementasinya menjadi tidak efektif—bahkan berpotensi menimbulkan risiko serius—karena belum adanya landasan kuat, yaitu Kawasan Hutan Tetap (KHT) yang tuntas dan sah.
Faktor Penyebab Keterlambatan
Beberapa penyebab utama keterlambatan tata batas kawasan hutan antara lain:
-
Kurangnya Dana atau Anggaran
Meski sering dijadikan alasan utama, perlu diselidiki lebih dalam apakah hal ini benar-benar menjadi penyebab utama keterlambatan. -
Keberpihakan yang Keliru
Pemerintah dan lembaga terkait lebih sering memihak kepada kepentingan oligarki dan kelompok berkekuatan modal besar, alih-alih mendengar dan melindungi hak-hak masyarakat miskin serta komunitas lokal yang bergantung pada hutan. -
Implementasi Perpres 5/2025 yang Lemah
Tanpa adanya KHT yang sah, Perpres ini justru kehilangan pijakan pelaksanaannya dan berpotensi menimbulkan konflik baru. -
Ketidakkonsistenan Kebijakan
Perpres 5/2025 berpotensi bertabrakan dengan UU Kehutanan dan PP No. 24/2021. Ini menimbulkan kebingungan hukum dan ketidakterpaduan kebijakan.
Keberpihakan yang Keliru: Akar Masalah Utama
Penelitian dan pengalaman lapangan menunjukkan bahwa masalah utama bukanlah keterbatasan anggaran, melainkan keberpihakan yang keliru. Ketika keputusan lebih mengutamakan kepentingan ekonomi segelintir elit, maka:
-
Hak masyarakat adat dan lokal terabaikan,
-
Penyelesaian tata batas hutan menjadi stagnan,
-
Konflik lahan meningkat,
-
Deforestasi dan degradasi ekologis makin parah.
Contoh nyata adalah kebijakan perdagangan karbon yang belakangan digulirkan. Jika tidak dikontrol dengan adil dan berpihak pada masyarakat lokal, maka kebijakan ini justru memperparah ketimpangan dan ketidakadilan ekologis.
Baca Indonesia’s Palm Oil Sector Faces Structural Hurdles Despite Economic Promise, Officials Say
Peran Penting Masyarakat Lokal
Masyarakat lokal dan adat memiliki warisan pengetahuan yang kaya dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Pengamatan di wilayah Malinau, Kalimantan Utara, menunjukkan hal-hal berikut:
-
Sistem Pengelolaan Tradisional
Seperti sistem agroforestry dan community-based forest management yang telah terbukti efektif. -
Pengetahuan Keanekaragaman Hayati
Mereka mengenal flora-fauna hutan dan memiliki cara hidup yang harmonis dengan alam. -
Pengelolaan SDA Berkelanjutan
Mereka mempraktikkan pengelolaan air dan tanah yang berkelanjutan secara turun-temurun.
Hak-Hak yang Harus Diakui dan Dilindungi
Berdasarkan kontribusi tersebut, masyarakat lokal seharusnya memperoleh:
-
Hak atas Tanah dan Sumber Daya Alam
Pengakuan dan perlindungan formal atas hak atas wilayah adat mereka. -
Hak Partisipasi
Dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan hutan. -
Hak atas Manfaat
Menerima manfaat ekonomi dan sosial dari pengelolaan hutan yang berkeadilan.
Urgensi Perubahan Kebijakan
Banyak komunitas menggantungkan hidupnya pada hutan. Jika pengelolaan hutan diarahkan untuk memperkuat posisi mereka, maka:
-
Lingkungan terjaga,
-
Ketimpangan sosial berkurang,
-
Konflik horizontal dan vertikal bisa dicegah.
Rekomendasi Kebijakan
-
Ubah Paradigma Pengelolaan Hutan
Dari pendekatan eksploitatif menuju pendekatan yang adil dan berbasis masyarakat. -
Kebijakan Inklusif dan Berkelanjutan
Menempatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama, bukan objek semata. -
Selesaikan Tata Batas Kawasan Hutan
Lakukan dengan transparan dan melibatkan masyarakat terdampak. -
Akui dan Lindungi Hak Masyarakat Lokal
Baik secara hukum formal maupun dalam praktik pemerintahan. -
Libatkan Masyarakat Lokal dalam Pengambilan Keputusan
Jangan abaikan suara mereka dalam penentuan masa depan hutan.
Dampak Positif Jika Pendekatan Diubah
-
Keberlanjutan Lingkungan: Menurunnya deforestasi dan kerusakan ekosistem.
-
Kesejahteraan Sosial: Pengentasan kemiskinan di wilayah sekitar hutan.
-
Keadilan Sosial: Terbangunnya kepercayaan antara masyarakat dan negara.
Penutup
Pengelolaan hutan yang adil dan inklusif bukan hanya persoalan moral, tapi juga strategi cerdas untuk menyelamatkan masa depan lingkungan dan kemanusiaan. Pemerintah harus berpihak pada masyarakat dan lingkungan, bukan pada mereka yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek.
Daftar Pustaka
Fahamsyah, E. Perpres Penertiban Kawasan Hutan, Niat Baik yang Bisa Tergelincir. InfoSAWIT, 21 Mei 2025. Diakses pada 3 Juni 2025, dari https://www.infosawit.com/2025/05/21/perpres-penertiban-kawasan-hutan-niat-baik-yang-bisa-tergelincir
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL). 6 Catatan ICEL terhadap Perpres Penertiban Kawasan Hutan. Tempo.co, 11 Februari 2025. Diakses pada 3 Juni 2025, dari https://www.tempo.co/2025/02/11/6-catatan-icel-terhadap-perpres-penertiban-kawasan-hutan
Indrarto, G. B. Perpres Penertiban Kawasan Hutan: Solusi atau Bencana Bagi Masa Depan Hutan Indonesia? Mongabay Indonesia, 1 Februari 2025. Diakses pada 3 Juni 2025, dari https://www.mongabay.co.id/2025/02/01/perpres-penertiban-kawasan-hutan-solusi-atau-bencana-bagi-masa-depan-hutan-indonesia/
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2018. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2018.
Peluso, N. L. Rich Forests, Poor People: Resource Control and Resistance in Java. Berkeley: University of California Press, 1992.
Siagian, U. A. Militerisasi di Kawasan Hutan, Ancaman Bagi Masyarakat: Respon Terhadap Perpres 5 Tahun 2025 Tentang Penertiban Kawasan Hutan. WALHI, 24 Januari 2025. Diakses pada 3 Juni 2025, dari https://www.walhi.or.id/militerisasi-di-kawasan-hutan-ancaman-bagi-masyarakat-respon-terhadap-perpres-5-tahun-2025-tentang-penertiban-kawasan-hutan
Suradiredja, D. Apa yang Harus Disiapkan Negara? Kebijakan Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) untuk Perhutanan Sosial di Jawa. Sebijak UGM, 31 Mei 2021. Diakses pada 3 Juni 2025, dari https://sebijak.fkt.ugm.ac.id/2021/05/31/apa-yang-harus-disiapkan-negara-kebijakan-penetapan-kawasan-hutan-dengan-pengelolaan-khusus-khdpk-untuk-perhutanan-sosial-di-jawa/
Widiaryanto, P. Rasionalitas Kebijakan Konsepsi Hutan dan Penghapusan Batas Minimal Kawasan Hutan 30 Persen. GEMA PUBLICA 5, no. 2 (2020): 140–155. https://doi.org/10.14710/gp.5.2.2020.140-155
Tentang Penulis: Petrus Gunarso, Ph.D. adalah seorang ahli lingkungan dan kehutanan yang aktif menulis dan meneliti isu-isu kebijakan tata kelola hutan dan masyarakat adat di Indonesia.
Post a Comment
Thank you for your comment