| Deforestasi Sumatera dan Kalimantan karena ekspansi perkebunan sawit kian nyata.@nusantara_maps. |
Oleh Rangkaya Bada
Indonesia kembali menegaskan diri sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Data Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan menunjukkan bahwa konsentrasi perkebunan sawit nasional tersebar di sepuluh provinsi, dengan dominasi kuat di Sumatera dan Kalimantan.
Total luasnya mencapai jutaan hektare, memperlihatkan bagaimana komoditas ini telah membentuk lanskap ekologis, sosial, dan ekonomi Indonesia dalam beberapa dekade terakhir.
Infografik yang dirilis oleh @nusantara_maps menguraikan persebaran lahan sawit tersebut, sekaligus memotret bagaimana ekspansi perkebunan bergerak dari wilayah barat menuju kawasan tengah Indonesia.
Riau Terluas, Disusul Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah
Provinsi Riau menempati posisi pertama dengan luas perkebunan sawit mencapai 2.860.800 hektare. Angka ini menegaskan posisi Riau sebagai episentrum industri sawit nasional sejak era 1980-an, ketika program perluasan perkebunan besar-besaran dilakukan melalui skema PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan ekspansi korporasi.
Posisi kedua ditempati Kalimantan Barat (Kalbar) dengan 2.117.900 hektare, diikuti Kalimantan Tengah (Kalteng) yang mencatat 1.815.600 hektare. Dua provinsi ini memperlihatkan betapa cepatnya lahan hutan tropis di pedalaman Kalimantan mengalami transformasi menjadi hamparan monokultur. Ekspansi ini tidak hanya berdampak pada dinamika sosial masyarakat adat Dayak, tetapi juga pada pola hidrologi dan keanekaragaman hayati yang selama ini menjadi kekayaan ekologis Kalimantan.
Peringkat keempat diisi Kalimantan Timur (Kaltim) dengan 1.366.600 hektare. Meski pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sedang berlangsung, industri sawit tetap menjadi salah satu pilar ekonomi provinsi itu. Struktur agraria Kaltim kini menjadi mosaik antara sawit, tambang batu bara, dan hutan produksi.
Sumatera Masih Mendominasi Peta Sawit Nasional
Selain Riau, pulau Sumatera masih menjadi basis utama perkebunan sawit. Di posisi kelima terdapat Sumatera Utara dengan 1.285.800 hektare, wilayah yang dikenal sebagai pionir sawit Indonesia sejak masa kolonial Belanda, ketika perkebunan pertama didirikan pada 1911.
Jambi menempati posisi keenam dengan 1.083.900 hektare, disusul Sumatera Selatan pada peringkat ketujuh dengan 1.058.600 hektare. Kedua provinsi ini mengembangkan industri sawit melalui skema plasma dan kemitraan yang menumbuhkan sentra-sentra produksi baru di tingkat desa. Meski demikian, keduanya juga menghadapi persoalan struktural seperti sengketa lahan, fragmentasi hutan, dan ketergantungan ekonomi pada satu komoditas.
Pada posisi kedelapan terdapat Kalimantan Selatan (Kalsel) dengan 479.300 hektare, yang meskipun tidak sebesar tiga provinsi Kalimantan lainnya, tetap menunjukkan ekspansi signifikan dalam dua dekade terakhir. Aceh berada di posisi kesembilan dengan 476.700 hektare, sementara Sumatera Barat menutup daftar sepuluh besar dengan 430.400 hektare.
Ekspansi Sawit, Tantangan Lingkungan, dan Masa Depan Ekonomi
Data dalam infografik ini memperlihatkan bahwa hampir seluruh provinsi di daftar terluas adalah kawasan berhutan lebat: wilayah yang dulunya merupakan pusat keanekaragaman hayati. Ekspansi sawit yang berlangsung cepat memicu persoalan ekologis yang kompleks, mulai dari deforestasi, pelepasan karbon, hingga hilangnya habitat satwa langka.
Bagi masyarakat adat, terutama di Kalimantan, perluasan konsesi sawit sering kali bersinggungan dengan tanah ulayat, sistem tembawang, dan ruang hidup mereka. Transformasi bentang alam bukan hanya tentang perubahan tutupan lahan, tetapi juga tentang pergeseran cara hidup, ekonomi, dan identitas budaya.
Di sisi lain, sawit juga menjadi kontributor besar bagi perekonomian daerah. Ia menyerap jutaan tenaga kerja, menggerakkan industri hilir, dan menopang pendapatan rumah tangga melalui kebun rakyat. Tantangannya kini adalah menemukan keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan, kepastian hukum agraria, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
Dengan luas jutaan hektare dan persebaran yang merata di wilayah barat hingga tengah Indonesia, strategi tata kelola sawit menjadi semakin krusial. Tantangan puluhan tahun ke depan bukan hanya soal produktivitas, tetapi tentang bagaimana Indonesia mengelola komoditas strategis ini tanpa mengorbankan masa depan ekologis dan sosial masyarakat.
Post a Comment
Thank you for your comment