Febrian Alphyanto Ruddyard: Bappenas Terpanggil Menata Strategi Pangan. Rmsp. |
Acara ini dihadiri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, serta jajaran pejabat tinggi Kementerian PPN/Bappenas, akademisi, peneliti, dan perwakilan kedutaan besar.
Buku dengan jumlah halaman lebih dari 200 itu ditulis oleh tim yang terdiri atas Petrus Gunarso, Prof. Bambang
Haryanto, Rajah, Jenny, dan Masri, dengan penekanan pada peran sagu sebagai
sumber pangan strategis bagi Indonesia dan dunia.
Bappenas Terpanggil Menata Strategi Pangan
Dalam sambutannya, Wakil Menteri Bappenas, Febrian Alphyanto Ruddyard, menyampaikan apresiasinya atas terbitnya buku Sagu Indonesia.
Wamen menilai buku ini bukan hanya catatan akademik, melainkan panduan strategis
untuk memperkuat arah kebijakan pangan nasional. “Kami di Bappenas merasa
terpanggil untuk merencanakan dan menstrategikan sagu sebagai pangan utama
Indonesia dan dunia,” ujarnya.
Febrian Alphyanto Ruddyard di tengah Team penulis buku Sagu. Team: together everyone achieve more -- kata Masri Sareb |
Febrian menambahkan, sagu memiliki potensi besar untuk menjawab tantangan global terkait krisis pangan dan perubahan iklim. Sagu, menurutnya, merupakan tanaman yang tumbuh alami di lahan marginal, rendah emisi, dan berperan penting dalam menjaga ekosistem rawa serta hutan tropis.
“Sagu adalah simbol kemandirian pangan Nusantara. Ia tumbuh di tanah kita
sendiri dan menjadi bagian dari jati diri bangsa,” katanya.
Bappenas berkomitmen untuk memasukkan pengembangan sagu ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) sebagai bagian dari kebijakan ekonomi hijau dan ketahanan pangan berkeadilan.
“Sudah saatnya kita
menata arah baru pembangunan pangan yang tidak hanya berbasis beras,”
tambahnya.
Politik Pangan Sejak Masa Kolonial
Dalam sesi bedah buku, Prof. Bintoro, ahli sagu dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB University, menyoroti sejarah panjang politik pangan di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa sejak masa kolonial, pangan kerap dijadikan alat politik oleh kekuatan asing untuk mengontrol dan menekan bangsa-bangsa agraris.
“Sejarah menunjukkan,
politik pangan adalah politik kekuasaan. Karena itu, kedaulatan pangan berarti
kedaulatan bangsa,” ujarnya.
Menurut Bintoro, sagu memiliki nilai strategis yang belum
sepenuhnya diangkat ke tingkat nasional. Tanaman ini, kata dia, telah menjadi
sumber energi dan kehidupan bagi masyarakat di kawasan timur Indonesia serta
Kalimantan selama ribuan tahun. “Menghidupkan kembali sagu berarti
mengembalikan martabat pangan lokal yang sempat terpinggirkan,” tambahnya.
Serial Palma Tropika: Riset dan Pembangunan
Ketua tim penulis Sagu Indonesia, Petrus Gunarso, menjelaskan bahwa buku ini merupakan bagian dari serial besar bertajuk Palma Tropika, yang mengkaji potensi tanaman palma sebagai sumber daya tropis unggulan Indonesia.
“Buku pertama dalam serial ini adalah Sawit, yang
sudah terbit lebih dulu. Sagu menjadi buku kedua, dan akan dilanjutkan
dengan Aren sebagai buku ketiga, Kelapa sebagai buku keempat, dan
Pinang sebagai buku kelima,” paparnya.
Petrus mengungkapkan, ide serial Palma Tropika
mendapat dukungan langsung dari Menteri Rachmat Pambudy. “Pak Menteri
mengusulkan agar serial buku ini perlu terus diteliti, diterbitkan, dan
disebarluaskan, karena penting bagi arah kebijakan pembangunan nasional dan
diplomasi pangan Indonesia di masa depan,” ujarnya.
Acara peluncuran berlangsung akrab. Para duta besar dan tamu undangan yang hadir berkesempatan mencicipi berbagai olahan sagu, mulai dari papeda khas Maluku hingga brownies dan puding sagu.
“Sagu ternyata banyak
variasi makanannya. Saya baru tahu betapa lezat dan tak kalah enak dibanding
nasi,” kata Dr. Antonius Ipin, tamu undangan yang datang paling jauh dari
Sintang, Kalimantan Barat.
Dalam penegasan yang beberapa kali diulang-ulang, Wakil Menteri Bappenas, Febrian Alphyanto Ruddyard, menyampaikan bahwa Sagu Indonesia bukan sekadar laporan riset, melainkan seruan moral dan strategis bagi bangsa.
“Buku ini adalah panggilan untuk menata masa depan pangan berbasis
sumber daya lokal. Sagu adalah masa depan Indonesia sekaligus bagian dari strategi
pangan dunia,” ujarnya.
Pewarta: Rangkaya Bada
Post a Comment
Thank you for your comment